LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1.
Laporan Sekretariat Nasional Periode 2005-2008
KATA PENGANTAR
Dengan
segala keterbatasan yang dimiliki, Laporan kegiatan disajikan sebagai bagian
dari pertanggung jawaban kepada seluruh anggota JKTI yang telah memberikan
mandat kepada kami untuk menjalankan fungsi Sekretariat Nasional sejak Juli
2005 sampai dengan 2008 ini.
Laporan ini
terbagi menjadi tiga bagian utama, yakni Pertama meliputi bagian Pendahuluan
yang menjelaskan tentang Perencanaan, dan bagian Kedua meliputi Gambaran Umum
dari pelaksanaan Isu Strategis yang dimandatkan oleh FAN 2005. Bagian ketiga
meliput Lampiran yang menyajikan detail kegiatan yang dilaksanakan sejak Juli
2005 sampai Juli 2008.
Tidak
banyak yang bisa diperbuat selama periode 3 (tiga) tahun tersebut. Namun satu hal yang masih dapat menjadi obor
penerang bagi gerakan kita ini adalah bahwa dalam konteks nasional maupun
internasional, eksistensi gerakan JKTI masih terus dipandang sebagai kelompok
strategis terutama untuk issue HaKI Tradisional.
Demikian,
semoga kita dapat menarik dan penting dari laporan singkat ini.
Salam
Kearifan,
Bogor, 8
Agustus 2008

Rasdi
Wangsa
Koordinator
Nasional
PENDAHULUAN
Forum
Anggota Nasional (FAN) yang dilaksanakan di Pusat Penelitian Teknologi Arang
Terpadu (PPTAT) Toho-Kalimantan Barat pada tanggal 16 – 19 Juli 2005,
memandatkan kepada seluruh komponen jaringan; Sekretariat Nasional, Sekretariat
Wilayah dan Anggota untuk dapat melaksanakan 4 Issue Strategis untuk mewujudkan
visi dan misi jaringan. Keempat program
strategis tersebut adalah 1). Penggalangan
gerakan JKTI yang terstruktur dan massif, 2). Advokasi kebijakan haki
tradisional, 3). Konservasi keanekaragaman hayati dan lingkungan, 4).
Pengembangan dan penguatan ekonomi lokal untuk menghilangkan ketergantungan
system ekonomi global.
Dari 4 Issu Strategis tersebut
kemudian pada Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 16
September 2005 disepakati adanya Program Kerja Sekretariat Nasional, sebagai
berikut :
1). Program Eskternal
1.1.
Advokasi draft RUU tentang sumber daya genetik berisi
tentang sharing benefit atas sumber daya genetik dan kearifan tradisinonal.
1.2.
Advokasi
Rancangan Peratuan Pemerintah (PP) tentang hak cipta
1.3.
Advokasi Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang
paten (Bahan-bahan tanaman yang patenkan oleh Jepang)
1.4.
Menyusun Kertas posisi JKTI untuk Konferensi Tingkat
Menteri (KTM) V WTO di Hongkong
2). Program Internal
2.1.
Mendorong Konsolidasi wilayah JaTim Bali, terkait dengan
Forum Anggota Wilayah
2.2.
Membangun dan mendorong
komunikasi antar anggota dan antar
wilayah
2.3.
Merumuskan Pokok-Pokok
Pikiran atas issu strategis
2.4.
Penyusunan Database Kearifan tradisional di Danau
Sentarum
2.5.
Kampanye untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya
kearifan tradisional
2.6.
Penyusunan proposal Program Sekretariat Nasional
2.7.
Mendorong
proses Penyusunan Proposal Program Wilayah
2.8.
Mendorong
proses Penyusunan Proposal Program Anggota
2.9.
Menyiapkan
strategi Program Advokasi Kebijakan Haki Tradisional
2.10.
Mendorong dan Melakukan Diskusi Kritis RPP Paten dan
Cipta di wilayah-wilayah
2.11.
Membangun
dan mendorong konsolidasi antar anggota + wilayah
2.12.
Pembuatan
Database (Meta Data) Kearifan
Tradisional
2.13.
Memetakan Aktivitas terkait isu strategis 3 tentang
Konservasi keanekaragaman hayati/lingkungan dan
isu strategis 4 tentang
Pengembangan dan penguatan ekonomi lokal untuk menghilangkan
ketergantungan sistem ekonomi global
oleh anggota JKTI
2.14.
Mempersiapkan draft badan Hukum
2.15.
Pilot
Project Statement Traditional Wisdom Of Authenticity oleh PRCFI dan Jambata
2.16.
Lokakarya
Nasional Pernyataan Keaslian Kearifan Tradisional
2.17.
Merumuskan
Work Plan Program JKTI 2005-2008
2.18.
Tulisan – tulisan dari seknas dikirim melalui pos ke 8
wilayah. Dan
wilayah yang meneruskannya ke anggota di wilayahnya.
2.19.
Pendataan
media komunikasi anggota (Buletin, Majalah, website, dll)
2.20.
Pembuatan
akte notaris (Badan Hukum) Jaringan
Kearifan Tradisional Indonesia
IMPLEMENTASI PROGRAM
1.
Penggalangan gerakan JKTI yang terstruktur dan massif
Dengan berpijak pada realitas bahwa luasnya cakupan wilayah geografis anggota yang
tersebar luas dan semakin meningkatnya jumlah anggota maka
proses refleksi dan evaluasi terhadap
struktur organisasi yang kemudian diikuti
oleh perbaikan atas struktur
organisasi tersebut untuk pencapaian
visi dan misi yang diemban menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.
Untuk saat ini, secara administratif jumlah
anggota JKTI adalah sebanyak 51 Lembaga Swadaya Masyarakat dan 20 orang individu yang tersebar di 11
Propinsi di Indonesia. Pola pengorganisasiannya
dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan serta
program-program yang dilakukan oleh 8 Sekretariat Wilayah: 1. Jabar DKI, 2.
Jateng DIY, 3. Jatim Bali, 4. Kalimantan Selatan, 5. Kalimantan Barat, 6.
Sulawesi, 7. Sumatera Barat, 8. Nusa Tenggara dan 1(satu)
Sekretariat Nasional yang berkedudukan
di Bogor.
Upaya untuk
mendorong peran-peran pengorganisasian program dan kegiatan pada level Sekretariat Wilayah tidak dapat berjalan
dengan baik. Dari 8 Sekretariat Wilayah
yang ada, hanya 4 yang tetap aktif dengan skala yang berbeda-beda. Keempat Sekretariat Wilayah tersebut adalah :
1. Jabar DKI, 2. JatimBali, 3. Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Sekretariat
Nasional sendiri, belum dapat secara maksimal dalam menjalankan rencana program
yang dihasilkan pada Rapat Kerja Nasional.
Upaya untuk menambahkan jumlah staff sebagaimana yang menjadi
rekomendasi pada FAN 2005 belum dapat dilakukan karena terbatasnya sumber daya
pendanaan yang dimiliki. Oleh karenanya,
kerja-kerja Sekretariat Nasional dilakukan oleh satu orang (Koordinator
Nasional) yang pada tataran implementasi sangat terbantukan oleh dukungan
Koordinator Wilayah JabarDKI dan ELSPPAT sebagai anggota melalui penyediaan
sarana kantor dan pada setiap kegiatan yang dilaksanakan di Bogor selalu
mendapat dukungan dari staff-staff ELSPPAT. Daftar kegiatan seperti terlampir
pada lampiran 1.
Gagasan
untuk mengembangkan memperkuat struktur organisasi ini ke depan, Pertama, mengembangkan ”Sayap Ekonomi” sebuah unit yang bisa ditempatkan di
sekretariat nasional yang fungsi dan perannya adalah bagaimana membangun
kekuatan ekonomi gerakan. Baru sebatas
proses-proses diskusi yang menghasilkan beberapa kesimpulan-kesimpulan;
diantaranya, 1). Membangun sebuah
”Galery HaKI” di Jakarta atau Bogor. 2).
Galery ini memiliki dua fungsi; yang pertama adalah fungsi pemasaran
produk-produk yang dihasilkan oleh anggota JKTI dan Masyarakat dampingannya.
Yang kedua adalah sebagai sarana promosi dan kampanye ”HaKI Tradisional” yang
dimiliki oleh komunitas.
Gagasan lain terkait pengembangan dengan apa yang disebut sebagai ”Sayap Politik”, belum
menghasilkan rumusan-rumusan yang jelas.
Hanya ada semacam kesepahaman bahwa Pemahaman dan terminologi sayap
politik disini adalah bagaimana
JKTI menjadi satu kekuatan sosial politik dalam upaya mempengaruhi kebijakan
politik di negeri ini. Pilihannya tidak sampai pada upaya untuk mendirikan
partai politik tetapi menjadi sebuah organisasi yang memiliki posisi tawar
dalam kancah kebijakan politik di negeri ini.
2.
Advokasi HaKI Tradisional
Posisi HaKI (Hak Kekayaan Intelektual)
Tradisional saat ini berada dalam posisi yang serba lemah. Arus perdagangan
karya intelektual jauh lebih kuat menerobos dalam sendi-sendi kehidupan
komunitas masyarakat. Dalam dunia dagang
analisa untung dan rugi lebih dominan
berperan maka dari mana sumber pengetahuan tersebut berasal tidaklahpenting.
Seperangkat aturan hukum pun dibuat untuk mendukung perdagangan karya intelektual.
Sementara pengakuan akan karya intelektual lokal yang dimiliki dan
dipraktekkan oleh komunitas-komunitas tradisi tidak pernah diberi tempat yang
layak.
Berada dalam realitas di atas Jaringan Kearifan
Tradisional Indonesia (JKTI) menggagas perlunya dilakukan Penguatan dan Promosi Karya Intelektual Komunitas Lokal. Penguatan dan promosi ini menjadi
penting karena karya intelektual komunitas lokal telah teruji memberi sumbangan besar bagi
peradaban manusia. Sementara
perdagangan karya intelektual
memperlihatkan kecenderungan ketidakberlanjutan, ketidakadilan dan
pemiskinan niai-nilai hidup bersama.
Proses penguatan dilakukan dengan cara melakukan studi
dan investigasi terhadap kasus- kasus
pencurian dan perdagangan karya intelektual masyarakat. Bersamaan dengan itu dilakukan pula kajian
terhadap perangkat aturan perdagangan karya intelektual yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah, nasional maupun aturan internasional. Hasil kajian tersebut menjadi masukan bagi
pembuat kebijakan di tingkat daerah,
universitas dan pembuat kebijakan di tingkat nasional. Selanjutnya secara nasional dan internasional
hasil kajian ini perlu dipromosikan sebagai
lawan tanding bagi arus perdagangan karya intelektual untuk menuju tatanan dunia baru yang berkeadilan.
Dalam periode 2005 – 2008, isu strategis menjadi yang
paling menonjol dalam konteks advokasi kebijakan JKTI. Posisi politis yang telah dibangun sejak
tahun 2000 menjadi penunjang utama eksistensi ini. Posisi sebagai observer terakreditasi di WIPO
merupakan posisi penting pada level internasional yang kemudian hal tersebut
berdampak pada posisi nasional JKTI.
Adapun kegiatan yang terkait isu strategis seperti terlampir pada
lampiran 2.
3.
Konservasi Keaneka ragaman hayati dan Lingkungan
Komunitas masyarakat tradisi yang secara umum bermukim
di kawasan-kawasan pendalaman, dengan lingkungan alam yang masih asli, sangat menghargai
lingkungan alam disekitarnya yang sejak ratusan tahun yang lalu telah
memberikan pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga bagi mereka tentang bagaimana
menghargai dan memanfaatkan apa yang telah diberikannya. Mereka belajar secara alami, bagaimana
berinteraksi dengan alam disekitarnya agar tetap bisa hidup dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka.
Untuk
memenuhi kebutuhan akan pangan, mereka belajar mulai dari bagaimana mengenali
tumbuhan-tumbuhan hutan yang dapat dijadikan bahan pangan sampai ke bagaimana
membudidayakan tumbuhan-tumbuhan tersebut.
Proses pengenalan ini memerlukan waktu yang relatif lama dan mungkin
juga sampai memakan korban jiwa karena tumbuhan yang dicoba tersebut misalnya
memiliki zat racun. Untuk kebutuhan
protein hewani mereka mempelajari bagaimana cara berburu sampai bagaimana
mendomestikasi hewan liar menjadi ternak peliharaan. Untuk mengatur tatanan sosial agar kehidupan
bermasyarakat menjadi lebih baik, mereka menyepakati adanya berbagai
aturan-aturan lokal dan nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh
komunitasnya.
Pengetahuan
lokal dan ketrampilan petani masyarakat tradisi dalam mengelola lahan pertanian
diwujudkan dalam berbagai bentuk; pola tanam yang mengandalkan diversifikasi
tanaman (berbagai varietas padi dalam satu areal, jelai, jantan, talas, kacang panjang, tembakau, dll),
bentang lahan yang dibuka dibatasi oleh kawasan hutan yang mengelilinginya adalah suatu bentuk pertanian yang berwawasan
konservasi tanah atas kemungkinan erosi, pembakaran berbagai jenis daun-daunan
hutan untuk mengusir hama dan penyakit merupakan bentuk pengendalian yang tidak
mengandalkan bahan kimia pabrik. Dan kemudian dalam proses penangganan pasca
panen, arsitektur maupun filosofi dari lumbung padi yang tidak mengunakan
bahan-bahan kimia pembasmi hama dan penyakit gudang seperti yang diterapkan
oleh gudang-gudang DOLOG/BULOG merupakan bentuk penanganan pasca panen yang organic.
Seiring
dengan perkembangan interaksi sosial petani masyarakat adat dengan dunia
luarnya, terutama di era globalisasi saat ini maka perang keyakinan dan
benturan peradaban serta kebudayaan antar komunitas petani tersebut dengan
invasi globalisasi ekonomi yang didalamnya juga membawa nilai-nilai kapitalisme
(individualisme, materialisme dan konsumerisme) menjadi tidak terelakkan. Harmonisasi social dan lingkungan menjadi
tidak penting, terhempaskan oleh bangunan trias individualisme, materialisme dan
konsumerisme.
Keyakinan
dan ritual-ritual petani masyarakat adat mulai berguguran dimana-dimana; Pulau
Jawa hanya menyisakan Kasepuhan Halimun, Pulau Sumatera hanya ada di komunitas
anak dalam, Sakai dan Mentawai,
Kalimantan hanya menyisakan kawasan-kawasan pendalaman, Sulawesipun
demikian dan Papua menjadi target
penting pada hari-hari belakang ini. Secara umum berbagai komunitas petani masyarakat
adat tersebut telah terinfiltrasi oleh penyakit globalisasi ekonomi tersebut. Mereka tidak yakin lagi dengan nilai-nilai
religius yang membawa harmoni bagi kehidupannya selama berabad-abad. Ritual-ritual pertanian tradisional telah ditinggalkan digantikan
dengan ritual-ritual pertanian modern yang sarat dengan introduksi sarana
produksi pertanian berupa benih hibrida/transgenik, pupuk dan pestisida yang
tidak lain dan tidak bukan keseluruhan prosesnya dikendalikan oleh kaum
kapitalisme global untuk kemudian muara pada ekonomisnya
mengalir ke pundi-pundi mereka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kendali atas bahan pangan dunia beserta
sarana pendukungnya dikuasai oleh 10 perusahaan transnasional melalui
perdagangan benih, bahan pangan itu sendiri sampai ke pupuk dan pestisida yang
menjadi senjata andalan mereka dalam mempromosikan pertanian modern.
Kegiatan
penting terkait isu ini antara lain adalah 1) Keterlibatan JKTI dalam
Perkumpulan Aliansi Organis Indonesia yang mempromosikan pertanian organis,
dimana salah satu peran pentingnya adalah mengkampanyekan eksistensi pertanian
tradisional berkelanjutan di dalam paradigma pertanian organis. 2). Kegiatan
”Serial Diskusi Kampung terkait Akses dan Pembagian Manfaat atas Sumber Daya
Genetik”. Informasi lengkap kegiatan
terkait isu ini seperti terlampir dalam lampiran 3.
4.
Pengembangan dan penguatan ekonomi lokal untuk
menghilangkan
ketergantungan system ekonomi global
Membangun
kapasitas ekonomi lokal menghadapi globalisasi ekonomi adalah sebuah gagasan
yang sering dilontarkan oleh banyak pihak yang perduli dengan dampak dari atau
yang sering disebut dengan globalisasi, terutama dalam konteks ekonomi. Ada
sekian banyak hal yang telah dilakukan dalam kaitan dengan ini, misalnya dengan
membangun system mata uang local, atau dengan mengembangkan model ekonomi local
yang telah lama tumbuh dan berkembang di suatu
komunitas; model ekonomi barter misalnya. Pengambilan fokus pada ekonomi tentunya
didasarkan pada asumsi bahwa masalah ekonomi adalah masalah nyata yang ditemui dalam keseharian
komunitas lokal terutama memang karena hal ini
menjadi “human basic need “dari komunitas lokal tersebut.
Pada realitas yang lain, begitu banyak produk; pertanian, perkebunan,
perikanan, kerajinan, hasil hutan non kayu dan lain sebagainya menghadapi
kesulitan pemasaran. Mereka selalu
berhadapan dengan tengkulak-tengkulak mulai dari tingkat kampung sampai
nasional bahkan internasional.
Keterjarakan ruang dan waktu antar komunitas di berbagai belahan
nusantara merupakan kendala penting untuk membangun kerja sama ekonomi antar
komunitas tersebut. Oleh karenanya
menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk
menciptakan wadah bagi upaya untuk mengatasi hal tersebut demi untuk
menciptakan tatanan komunitas lokal yang dapat berperang melawan koorporasi
global saat ini.
Issue pengembangan dan penguatan ekonomi lokal kira-kira telah sejak
lahirnya Ornop atau LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi
rakyat. Dari sisi ini telah ada potensi
pengalaman, terutama di tingkat basis produksi.
JKTI sendiri telah menginisiasi gagasan ini semenjak Forum Tahunan
Nasional di Palu-Sulawesi tengah pada tahun 2001 dan didukung oleh kurang lebih
60 anggota di 11 propinsi di Indonesia. Berdasarkan potensi jaringan kerja tersebut
diatas maka potensi untuk membangun
aliansi pasar dan pemasaran bersama menjadi sesuatu yang tidak bisa dipungkiri
sangat besar potensinya.
Namun, sampai dengan saat ini potensi tersebut belum dapat diwujudkan dalam
aktivitas yang nyata. Salah salah aktivitas yang dapat dikatakan terkait dengan
isu ini adalah kegiatan Survey Potensi Produk Pertanian di Pulau Simeulue-Aceh
kerja dengan Care Simuelue. Daftar kegiatan seperti yang terlihat pada Lampiran
4.
PEMBELAJARAN
1.
Proses penyusunan program dan
kegiatan strategis merupakan mandat FAN 2005 tidak dapat berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Proses perumusan dan
penyusunan yang diharapkan dapat dimulai dari proses Forum Anggota Wilayah
(FAW) pada 7 Sekretariat Wilayah tidak terlaksana. Kecuali untuk Sekretariat
Wilayah Jatim Bali yang telah melaksanakan FAW pada 23 - 24 Agustus 2006.
Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme organisasi atau jaringan yang ada
tidak cukup memadai untuk membangun gerakan jaringan ini.
2.
Oleh karenanya, Sekretariat Nasional mengambil inisiatif
untuk menyusun program dan kegiatan strategis 2005-2008 berdasarkan beberapa
pertemuan informal, kunjungan ke anggota dan Rapat Kerja yang dilaksanakan pada
tanggal 16 September 2005 dan 5 Desember 2005 serta berbagai informasi dan
perkembangan eksternal.
PENUTUP
Banyak hal yang tidak sempat
dan bahkan tidak dapat terungkapkan dalam laporan yang singkat ini. Hal ini
disebabkan karena begitu rumitnya proses, interaksi, situasi internal dan
eksternal yang mewarnai perjalanan gerakan
yang kita bangun selama periode 2005-2008 ini. Oleh karenanya, menjadi sangat relevan bagi
kita untuk ke depannya dalam mengklarifikasi, mendiskusikan serta mencari
catatan-catatan pembelajaran penting bagi perbaikan gerakan yang kita bangun
ini.
LAMPIRAN
1. Kegiatan terkait isu strategis “Penggalangan
gerakan JKTI yang terstruktur dan massif”
1.1.
Rapat Kerja JKTI, dilaksanakan di Hotel Ririn Bogor,
tanggal 16 September 2005. Peserta : Arief E. Rahmanto (Koorwil Jatim Bali),
Supia Kusmina (Koorwil Kalbar), Elsppat (Gandi Bayu), Yayasan Padi.
1.2.
Rapat Kerja tanggal 6 Desember 2005 di Sekretariat
Nasional. Peserta :
Waspo,
Lorens, Rudy Redhani dan Lorens.
1.3.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 1, 2006,
versi elektronik pada tanggal 20 Maret 2006, mengirimkan buletin melalui milist
JKTI dan email kepada anggota.
1.4.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 2, 2006,
versi elektronik pada tanggal 4 Mei 2006, mengirimkan buletin melalui milist
JKTI dan email kepada anggota.
1.5.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 3, 2006,
versi elektronik pada tanggal 4 Juli 2006, mengirimkan buletin melalui milist
JKTI dan email kepada anggota.
1.6.
Mendukung
terlaksananya Forum Anggota Wilayah 2006, Sekretariat Wilayah JKTI
Jatim-Bali di PPLH Seloliman, 23 - 24 Agustus 2006.
1.7.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 4, 2006,
versi elektronik pada tanggal 8 Oktober 2006, mengirimkan buletin melalui
milist JKTI dan email kepada anggota.
1.8.
Membangun dan
mendorong komunikasi antar anggota dan
antar wilayah melalui email dan
kunjungan ke beberapa anggota dan wilayah; diantaranya PPLH Seloliman, YCHI, Elsppat.
1.9.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 5, 2007, versi
elektronik pada tanggal 16 April 2007, mengirimkan buletin melalui milist JKTI
dan email kepada anggota.
1.10.
Menerbitkan Buletin ”Suara Komunitas” Edisi 6, 2007, versi
elektronik pada tanggal 8 Mei 2007, mengirimkan buletin melalui milist JKTI dan
email kepada anggota.
LAMPIRAN 2. Kegiatan
terkait Issue Strategis Advokasi
kebijakan HaKI Tradisional
2.1.
Diskusi dengan Koorwil Jabar DKI, Kantor Elsppat, 20 April
2006. Peserta
: Rasdi dan Waspo. Point penting hasil diskusi : (1) Power Mapping Analisis Pelaku HaKI (2)Konsep
dan gagasan atau Pandangan dasar tentang Benefit Sharing ? (3)Terminologi Hak
Kepemilikan menurut Pandangan JKTI ?
2.2.
Pembicara pada Temu Wicara Pemberdayaan Sumber Daya
genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Foklor bagi Budayawan di Mataram,
27 Juli 2006 dilaksanakan oleh Dirjen HKI Departemen Hukum dan HAM bekerja sama
dengan Majelis Kebudayaan NTB
2.3.
Peserta Simposium “Menuju Undang-undang sui generis Perlindungan terhadap Pemanfaatan Pengetahuan
Tradisional dan Ekspresi Folklor” di Hotel Kartika Chandra Jakarta, 13 Nopember 2006. Dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual.
2.4.
Pertemuan dengan Hira Jhamtani (TWN), Harry Suryadi
(LSPP) dan Agus Sardjono (Dosen
Universitas Indonesia) di Jakarta, tanggal 15 Nopember 2006. Agenda
diskusi: Rencana Advokasi Kebijakan
HKI di Indonesia.
2.5. Mengikuti pelaksanaan
Sesi ke 10 Intergovermental Committee on Property Rights and Genetic Resources,
Traditional Knowledge and Folklore World Intellectual Property Organization
(WIPO) di Geneva-Switzerland pada tanggal 30 November s/d 8 Desember 2006.
2.6. Terlibat sebagai peserta dan narasumber pada Forum Asia Afrika
untuk Hak Kekayaan Intelektual dan
Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan ekspresi Budaya di Bandung pada 18 – 20 Juni 2007 yang
dilaksanakan oleh Deplu RI bekerja sama dengan WIPO.
LAMPIRAN 3. Kegiatan terkait Issue
Strategis Konservasi keanekaragaman hayati dan lingkungan
3.1.
Berpartisipasi dalam penanggulangan Bencana Banjir
Bandang di Desa Kemiri, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, Jawa Timur dari
tanggal 3 – 20 January 2006. Peserta:
Rasdi Wangsa, Arief E. Rahmanto dan Novi. Bentuk aktivitas; bersama-sama dengan
LSM Hamim melakukan Survey lokasi dan pendataan korban, Penyebar luasan
informasi, hearing dengan Pemda Jember, membangun aliansi bersama dan melakukan
diskusi untuk gagasan program ke depan. Hasilnya; Ada gagasan untuk
mengembangkan kegiatan diseminasi informasi tentang sistem peringatan dini
berbasis kearifan tradisional komunitas.
3.2.
Mendirikan Perkumpulan BIOCert dan Aliansi Organis
Indonesia, sejak tahun 2002 sampai sekarang. Lembaga ini terkait dengan isu
Pertanian organik dan sertifikasi. Output dari aktivitas ini : Menjadi anggota
Dewan Perwakilan Anggota Aliansi Organis Indonesia Periode 2005-2008 dan
Menjadi Direktur Eksekutif per Juni 2007 sampai dengan Oktober 2008.
3.3.
Melaksanakan Serial Diskusi Kampung di Sintang-Kalimantan
Barat, Malaris-Kalimantan Selatan dan Manokwari-Papua pada Juni – September
2007.
LAMPIRAN 4. Kegiatan terkait Issue Strategis Pengembangan
dan penguatan ekonomi lokal untuk menghilangkan ketergantungan system ekonomi
global
4.1.
Mempromosikan produk HaKI anggota berupa (1) penyerahkan
CD film tenun sintang
(Yayasan PRCFI) dan gantungan kunci dari kulit kayu (Yayasan Jambata) kepada
bapak Candra Darusman konsultan di WIPO, CD film tenun sintang (Yayasan PRCFI),
(2) buku Pengelolaan Hasil Hutan selain Kayu (Yayasan Dian Tama), buku Tau Taa Wana Bulang (Yayasan Merah
Putih) kepada bapak Puja (wakil Dubes
PTRI Genewa) yang juga merupakan President/chairman IGC Meeting ini, (3)
Memberikan produk gantungan kunci dari kain kulit kayu kepada wakil Indigenous
people dari Kepulauan Caribia, Kenya, Nigeria , NGO WTI, Staff PTRI Genewa
(Christine dan Novi c), Bapak Anshori
Sinungan (Direktur Hak Cipta Dirjen HKI Departemen Kehakiman dan HAM RI pada
Sesi ke 10 Intergovermental Committee on Property Rights and Genetic Resources,
Traditional Knowledge and Folklore World Intellectual Property Organization
(WIPO) di Geneva-Switzerland pada tanggal 30 November s/d 8 Desember 2006.
4.2.
Suvery Pengembangan Pasar Produk Pertanian Simeulue-Aceh
dilaksanakan dari bulan Nopember 2007 sampai dengan Januari 2008. Kerja sama
dengan care Simeulue.
Comments
Post a Comment