Friday, February 1, 2019

Forum Anggota Nasional 2008 Siaran Pers

Lampiran 4. Siaran Pers  JKTI

Mencermati Posisi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional


FORUM ANGGOTA NASIONAL 2008
Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia
Perumahan Cimanggu Permai I
Jl. Kalasan Blok N 1  No 15 Bogor 16710
Kontak Person : Rasdi Wangsa 081314980368

Negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Draf rencana undang-undang Perlindungan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional belum secara menyeluruh memperlihatkan semangat ini” demikian Prof Agus Sardjono dalam kesempatan diskusi terbuka di Forum Anggota Nasional JKTI di Bogor  sabtu 9 Agustus 2008. “ Secara menyeluruh,” Prof Agus yang sehari-hari mengajar di FH UI ini menambahkan bahwa , “ draft ini hanya mengakomodasi hal – hal pemanfaatan dan perlindungan tetapi belum mengakomodasi  aspek pengembangan dan pelestarian.”

Prof. Agus Sardjono merupakan satu dari sedikit ahli Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia yang masih tekun mencermati keberadaan pengetahuan tradisional. Selain itu dalam diskusi ini dihadirkan juga Bpk. Silo Sirait dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Keduanya dihadirkan untuk mendiskusikan posisi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya di Indonesia.

Persoalan perlindungan bagi pengetahuan tradisional menjadi mengemuka bila ditilik dari beberapa kasus mutakhir yang terkait dengan perdagangan.  Keberadaan draft rencana UU Perlindungan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PPPT dan EBT) tidak terlepas dari situasi terkini. Beberapa saat yang lalu Indonesia dihebohkan oleh kasus  Reog Ponorogo yang diklaim milik Malaysia. Atau kasus di Indonesia, sebagaimana disampaikan oleh Didid Endro dari CELCIUS Jepara, banyak perajin ukir yang takut memperoduksi jenis tertentu karena sudah tercantum dalam katalog yang didaftarkan hak ciptanya oleh WN Inggris.  Padahal desain ukiran tersebut sudah berpuluh-puluh tahun dikerjakan oleh perajin di Jepara.

Desain Ukir Jepara, Batik Solo atau Yogya dan juga Reog Ponorogo termasuk kategori Ekspresi Budaya Tradisional, yaitu suatu karya intelektual dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.


Sementara di dalam negeri sendiri bukannya tanpa masalah. Bahkan Bpk. Silo Sirait sendiri mengakui bahwa masih ada kelemahan di Dirjen HKI. Misalnya beliau menggambarkan proses-proses pendaftaran ekpresi budaya tradisonal yang belum sepenuhnya dipahami oleh staf teknis. Padahal sangat mungkin kerancuan dalam memahami perlindungan ekspresi budaya tradisional justru menimbulkan potensi saling bermusuhan antar komunitas pemilik budaya. Rizaldi siagiaan ( seniman musik), yang popular dengan pagelaran music megalitikum quantum, cukup gerah melihat pengaturan dalam draft RUU. Ia mempertanyakan tentang permintaan ijin untuk pemanfaatan ekspresi budaya. “ Saya memang orang batak, mementaskan music gondang batak tetapi kepada siapa saya harus minta ijin?”.  Persoalan-persoalan seperti inilah yang belum dapat diselesaikan lewat draft RUU ini.

Persoalan lebih penting justru bagaimana melindungi pemanfaatan komersial oleh pihak asing. Posisi dasarnya tentu kembali ke semangat konsitusi Negara, adalah kewajiban Negara untuk melakukan langkah-langkah konkrit melindungi hak-hak warga bangsanya yang dimanfaatkan di luar negeri secara melawan hak, baik melalui gugatan perdata atau melakukan pendekatan diplomatik terhadap Pemerintah Negara di mana misappropiation terjadi. Hal ini yang nampaknya belum banyak dimunculkan dalam draft RUU ini.  Padahal roh konstitusi  UUD’45  adalah Negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.  Harus ada mekanisme perlindungan untuk mencegah dan menanggulangi pemanfaatan PT & EBT di luar negeri secara melawan hak di dalam RUU ini.  Dan hal ini yang  menjadi salah satu  alasan dari Negara-negara maju pada berbagai perundingan internasional, termasuk di WIPO (World Intellectual Property Organization) yang  bermarkas di Genewa.  Negara-negara tersebut menyatakan bahwa “bagaimana kita akan mengatur aturan internasional kalau aturan nasional di masing-masing  Negara belum ada”.  Oleh karenanya, point perlindungan pengetahuan tradisional dari komersialisasi pihak asing menjadi sesuatu yang penting dimasukan didalam pasal-pasal RUU ini, ungkap Rasdi Wangsa  dari JKTI. 



<Waspo-JKTI>
___________
*Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia adalah jaringan dari 58  lembaga dan individu  di Indonesia yang mengusung semangat untuk melestarikan dan memperkuat kearifan tradisional di Indonesia.
*Forum Anggota Nasional JKTI adalah forum tertinggi dalam organisasi untuk merumuskan isu strategis dan memilih mandataris untuk periode 2008 -2011



No comments:

Post a Comment

Persiapan Festival Kearfian Tradisi Juaq Asa 4-5 Juni 2025

  Notulensi Pertemuan Persiapan Festival Juaq Asa Online Zoom, 12 Mei 2025 09.00 – 09.30 WIB   Peserta : 1.       Eddy Mangopo 2...