PLENO
V
Hari/tanggal :
Sabtu, 9 Agustus 2008
Waktu :
Pkl. 20.22 – 22.30 wib
Agenda :
Diskusi LPJ Korwil JKTI Wilayah Jabar DKI, Jatim-Bali,
Kalbar (Lanjutan Sesi)
Pemangku Sidang :
Novi
Peserta :
Affan (Bima Lestari Sejahtera, Mojokerto), Aminuddin
(individu/Korwil Jatim Bali, tinggal di Malang), Sabaruddin (KSPLH), Nuzul Azmi
(Patasarlinkara, Malang), Lalu Pharmanegara (Majelis Krame Adat Sasak-Mataram),
Supia Kusmina (Yayasan Dian Tama-Pontianak), Anton Waspo (Elsppat/JKTI Jabar
DKI), Dwie (Elsppat/Panitia), Anas N. (WWF-Indonesia, Putusibau, Kalbar), Didit
Endro S.(Yayasan Celcius-Jepara), Koko (YCHI-Banjarbaru, Kalsel).
Catatan Proses:
Novi:
Baik kita lanjutkan sesi malam ini dengan diskusi LPJ
Korwil Jabar. Perkembangan dunia maya
hanya Catur yg online.
Pharma:
Menanggapi laporan Wil. Jabar. Kami pernah bicara dengan Walhi Jabar untuk
buat sentra Haki Tradisional Sunda. Tapi tidak terlaksana karena menurut
teman-teman Walhi bukan otoritas mereka. Walhi percaya perlunya sertifikat alat
tukar (uang).
Rencana Kerjasama Forum Haki Tradisional (JKTI, INRIK,
Majelis Kebudayaan, LPM Unpad, Dirjen HKI), sudah berjalan. Ada rangkaian pertemuan sbb: pertemuan LPM di
UNPAD Bandung, kemudian di mess NTB Jakarta dan dan pertemuan di sekretariat
JKTI. Tapi karena proses terhenti, tidak berjalan. Kekuatannya terletak pada keterlibatan
multipihak dalam forum itu. Selanjutnya
saya pernah memfasilitasi INRIK membuat jurnal tentang HKI. Karena biaya cetak yg besar dan sulit
didapat, tidak terlaksana. Intinya sudah ada inisiatif proses yang dibangun
seperti dari Unpad dan Ditjen HKI. Hanya saja banyak kesepakatan dulu yang
tidak ditindaklanjuti.
Waspo:
Dalam konteks wilayah/struktural, ada 2 hal:
- bahwa
walau proses itu dilakukan di Bandung dan Jakarta (wilayah Jabar), bukan
berarti itu kegiatan JKTI Wilayah Jabar.
- pembagian
wilayah lebih untuk mempermudah pengelompokan. Tapi forum tersebut tidak pernah
menghasilkan kekhususan persoalan di Jawa Barat yang bisa diangkat secara
bersama Yang saat ini bergabung adalah Bogor dan
Bandung. Saya tidak yakin keduanya
bisa mengangkat persoalan Jabar.
Novi:
Mas Waspo belum menampilkan kegiatan JKTI Jabar DKI, apa
isu strategis JKTI Wilayah Jabar DKI? Bagaimana teman-teman?
Pharma:
Apakah inventarisasi terhadap kekayaan pengetahuan
tradisonal di Pasundan/Priangan bukan merupakan panggilan aksi untuk JKTI Jabar
? Seberapa pentingkah perlindungan terhadap pengetahuan di Priangan, Bogor dan
Banten? Kalau penting mengapa tidak
dilakukan?
Waspo:
Penting tapi kita harus putuskan di sini apakah itu mau
dimandatkan oleh forum? Pada
periode kemarin itu tidak penting dan belum menjadi prioritas.
Rasdi:
Dalam aturan adat penyusunan program dimulai dari rapat
kerja wilayah, kemudian sampai rapat kerja nasional. Dalam realitasnya tidak
demikian di semua wilayah. Yang jalan
hanya di Kalbar, Kalsel, Jawa Bali. Di
wil JKTI yang lain proses itu tidak terjadi. Proses di setiap wilayah tidak
sama. Ini yang harus kita pikirkan
bersama.
Pada forum nasional kita hanya membuat isu
strategis. Pada perencanaan kemarin
diputuskan ada 4 isu strategis untuk diimplementasikan di tingkat wilayah. Implementasinya diserahkan ke wilayah sesuai
kemampuan tiap wilayah.
Novi:
Dari presentasi tadi, masalah yang muncul: komunikasi,
kesibukan di lembaga, belum ada benang merah kegiatan bersama (kecuali
Kalbar). Ada masukan untuk kegiatan
ini? Masalah dana tidak muncul.
Rasdi:
Pembelajaran penting dari Jatim: Novi banyak berperan
sebagai playmaker. Ketika Novi hijrah
dari PPLH Seloliman, proses di Jatim agak menurun. Kalau di Kalbar Pia sebagai playmaker.
Anas:
Dari 4 isu strategis JKTI ada hal yang bisa
dibreakdown/digabungkan dengan program tiap lembaga. Dalam kenyataannya itu tidak berjalan
mulus. Gapnya di mana? Ada gap di
tingkat wilayah untuk membreakdown isu strategis ke dalam rencana kegiatan JKTI
wilayah yang bisa sejalan dengan program
di tingkat lembaga.
Novi:
Penyebabnya mungkin terkait dengan kesibukan di
masing-masing lembaga (tidak fokus). Masih ada tambahan? Kalau tidak, kita akan mencari solusi dari
masalah-masalah yang teridentifikasi tadi.
Pointers masalah yang dicatat:
·
JKTI yang dibawa oleh individu (info tidak ditransfer ke
lembaga)
·
Kesibukan di masing-masing lembaga
·
Tidak rela menjadi nomor dua
·
Kegiatan bersama antar anggota
·
Tidak cukup ”Meja Harapan” (Karir, Finansial, kenyamanan)
yang diberikan oleh JKTI kepada anggota
·
Fokus pada satu isu strategis
Rasdi:
Kita perlu bedakan antara pembelajaran dan masalah. Ada poin masalah yang perlu dilihat lagi.
Pharma:
Harapan anggota/orang tidak bisa disediakan oleh
JKTI. Seperti karir, finansial,
pembelajaran. Kalau ada gula ada
semut. Mengapa tidak bisa full? Karena harapan karir dan harapan kapital
tidak tersedia. Misalnya lembaga lain
seperti Walhi. Harapan popularitas, karir, sekolah, finansial, fasilitas,
termasuk untuk aksi radikal disediakan, semua meja harapan disediakan
Walhi. JKTI belum menyediakan meja
harapan pada anggota. Akibatnya
fatal. Paling tidak satu meja harapan.
Harapan anggota inilah yang harus dikelola JKTI. Di Walhi, untuk menjadi ED orang bisa main
duit dan siasat curang (fitnah). Karena sebagai
ED banyak mendapat fasilitas.
Anas:
Persoalan lain terkait masalah mainstreaming isu. Misalnya JKTI
mengusung konservasi kehati dan lingkungan.
Harusnya JKTI lebih spesifik dalam mainstreaming isu. Misalnya kalau
kami WWF fokus ke konservasi. JKTI
baiknya fokus ke isu yang lebih spesifik, misalnya HKI. Sehingga akan lebih jelas bagi langkah
JKTI. Jangan mulai dari masalah dan
solusi.
Didit:
Saya tertarik dengan ungkapan mas Pharma tentang
kearifan. Misalnya di Walhi ada harapan
finansial, sehingga orang berebut untuk itu.
Pragmatisme ini ada jeleknya.
Saya khawatir, lembaga bisa menjadi lembaga fitnah untuk mendapatkan
uang. Kalau kita tidak berpikir tentang uang, kalau memang commit, akan tetap
eksis. Ada pengalaman kami di jaringan
KP2 KKM-Semarang. Kami selalu berebut
untuk masuk karena di jaringan itu ada uangnya. Kemudian, di Jepara juga ada
sebuah ALIANSI. Tapi karena
berbeda visi-misi, aliansi itu tidak bertahan lama. Terjadi friksi di aliansi. Harapan saya JKTI jangan menjadi
pragmatis. JKTI bisa menset penyusunan
program utama agar tiap wilayah bisa mengimplementasikannya. Harapan saya, JKTI bisa datang ke Jepara. Karena
di Jepara ada pertemuan/sharing berseri seni tradisi dari 14 wakil kabupaten di
Jateng. Kebetulan lembaga kami (Celcius)
yang memfasilitasi. Harapan kami JKTI bisa menshare tentang kearifan
tradisional dalam forum itu untuk meningkatkan pemahaman teman-teman di Jepara,
termasuk kepada para birokrat di sana.
Supaya komunitas dan birokrat bisa melek tentang kearifan tradisi (ada
pencerahan).
Pharma:
Saya kira itu betul.
Pragmatisme itu tidak selamanya buruk.
Tujuannya untuk menafsirkan petanda.
Yang penting ada batas-batas kewajaran, bagaimana melayani tubuh dengan
baik. Kalau idealisme murni, berisiko
kurangnya dukungan publik. Gagasannya,
ada share bersama pada acara-acara di tingkat lokal.
Didit:
Makna pragmatisme begini: keikutsertaan kita bukan dalam
kontek kerja produksi (mencari uang). Misalnya saya datang ke acara JKTI bukan
dalam konteks bekerja produksi untuk menghidupi lembaga. Dalam istilah Jawa tidak ngrais banget.
Pharma:
Kalau kita lihat dari kacamata teman-teman Kalbar,
potensi menggalang dananya besar sekali, tanpa harus bersikap agresif. Misalnya pemanfaatan SDA, advokasi dan
inventarisasi seni tradisi. Untuk pengembangan tenun Sintang, di Pemda itu
banyak peluang dananya. Mungkin karena kita tidak membuka diri untuk itu.
Anas:
Novi:
Dari diskusi kita, selain masalah, muncul beberapa
peluang seperti di : Jatim Bali, Kalbar. Juga muncul soal ”meja harapan” yang
kurang dipenuhi JKTI. Ada yang datang (Koko).
Silahkan memperkenalkan diri.
Koko:
Saya Koko dari YCHI Banjarbaru.
Novi:
Ada masalah tapi ada peluang.
Anas:
Peluang bisa menjadi ekspektasi/harapan setelah 2 periode
ini ?
Rasdi:
Saya mencatat beberapa hal. Ada hal-hal penting yang kita
simpulkan. Apakah poin-poin ini akan
kita bahas dalam penyusunan isu strategis?
Misalnya soal meja harapan. Meja
harapan seperti apa yang hendak kita sediakan?
Pada sisi lain, JKTI butuh finansial untuk bisa memfasilitasi itu. Rumusannya seperti apa? Supaya kita tidak terjebak pada
hal-hal negatif . Apa kita akan
bahas ini pada proses nanti atau mau dibahas sekarang? Supaya JKTI bisa lebih bersemangat.
Pointers masalah yang dicatat :
·
JKTI yg dibawa oleh individu
·
Kesibukan di masing-masing lembaga
·
Tidak rela menjadi nomor dua
·
Kegiatan bersama antar anggota
·
Tidak cukup ”Meja Harapan” (Karir, Finansial, kenyamanan)
yang diberikan oleh JKTI kepada anggota
·
Fokus pada satu isu strategis
Pharma:
Saya kira yang belum clear soal ekspektasi
(harapan). Ekspektasi masing-masing
orang berbeda, misalnya soal karir, finansial, keyakinan. Misalnya Jepara butuh
keyakinan bahwa dengan JKTI apa yang mereka perjuangkan bisa terpenuhi. Bisa dilist semua ekspektasi itu. Di Walhi kenapa terjadi pertarungan untuk
masuk Eknas? Karena semua meja harapan
disediakan di sana. Di JKTI belum ada
meja harapan, masih bisa ditata, supaya ekses negatif dari adanya meja harapan
bisa diantisipasi. Tapi untuk itu, sistem
di JKTI yang harus dibangun, tidak hanya mengandalkan Rasdi.
Novi:
Apakah kita akan membahas soal meja harapan ini?
Rasdi:
Meja harapan perlu dieksplore lebih lanjut. Beberapa kata
kunci sudah terungkap: karir, finansial, kenyamanan. Tapi apa pembatasnya
supaya itu tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan (ekses negatif)
seperti yang terjadi di jaringan lain.
Anas:
Untuk konteks karir saya agak alergi. Karena WWF seperti
itu. Saya cenderung mengganti karir
dengan kaderisasi. Kata kuncinya membangun
kaderisasi untuk suatu leadership yang kuat untuk mengawal sistem di JKTI.
Finansial, saya tidak tahu. Kenyamanan, memang tidak nyaman sih kalau keluar
dari zona aman. Paling tidak secara ide
kita nyaman ketika kita merasa nyekrup dengan JKTI.
Pharma:
Untuk konteks Jepara, JKTI bisa mengakomodasi/memfasilitasi gagasan dan
harapan mereka.
Meja Harapan untuk JKTI:
1) Karir:
Kaderisasi untuk kepemimpinan yg kuat
2) Financial:
Kewajaran daya dukung
3) Kenyamanan:
Situasi organisasi yg kondusif
4) Akomodasi
gagasan dan harapan
5) Eksistensi
dan Pengakuan publik atas kerja-kerja kemanusiaan
6) Aksi
Nyata
7) Memberikan
manfaat bagi anggota: Share program,
akses dan peningkatan kapasitas
8) Memperkuat
basis
Azmi:
Usul saya, JKTI punya kegiatan semacam ”Temu Keakraban
Nasional” setahun sekali untuk menciptakan keakraban.
Novi:
Jadi meja harapannya keakraban untuk menambah ilmu dan
wawasan?
Didit:
Usul saya:
1) JKTI
punya program yang fokus dan bisa dikerjakan oleh anggota di wilayah
2) Harapan:
ada eksistensi dan pengakuan publik terhadap kerja kita di JKTI. Dengan demikian apa yang kita lakukan menjadi
berharga bagi masyarakat.
Saya bicara seperti ini karena pernah trauma 3 kali dalam
kerja aliansi, dikhianati karena persoalan uang.
Novi:
Bagaimana meja harapan teman-teman lain?
Sabar:
Yang diperlukan adalah adanya aksi nyata.
Koko:
Harapan: jaringan ini bermanfaat bagi lembaga yang
menjadi anggota. Bentuknya bisa: akses,
peningkatan kapasitas, penguatan kerja-kerja publik. Soal finansial bisa diatasi kalau kita
benar-benar serius.
Novi:
Ada teman dari Didit. Silahkan memperkenalkan diri.
Jumadi:
Saya Jumadi dari Grobogan. Saya buka usaha sendiri, alat control
instrumen konstruksi, tp karena krisis, saya beralih jual alat kedokteran.
Novi:
Kita lanjut dengan meja harapan.
Affan:
Yang realistis, bagaimana JKTI bisa memberi manfaat ke
anggota. Misalnya ada akses yang lebih
besar untuk anggota, ada peningkatan kapasitas lembaga anggota, ada peluang
yang bisa diraih lewat JKTI..
Rasdi:
Sejak 1999 harapan saya JKTI bisa bermanfaat untuk
rakyat, sekecil apapun itu.
Pharma:
Harapan itu masih abstrak, harusnya material.
Rasdi:
Memang abstrak tapi saya kira bentuk konkritnya sudah
tercakup dalam 7 pointers harapan di atas.
Aziz:
Harapan saya: saya bisa belajar banyak untuk mendapat
ilmu lewat JKTI. Setelah itu kita dapat
memanfaatkan ilmu itu. Saya ingat pesan
teman saya: jangan berharap pada JKTI tapi berilah sesuatu untuk JKTI.
Waspo:
Bagi saya dan teman-teman di Elsppat, JKTI masih
strategis karena ada isu strategis yang bisa diwadahi: mengawal instrumen
perdagangan nasional dan internasional.
Saat ini, harapan saya JKTI lebih kuat mengadvokasi di
dalam. Ada keseimbangan antara advokasi di luar dan aksi ke dalam untuk menjadi
selaras dengan alam.
Novi:
Ada perubahan budaya ke arah yang tidak baik. Saya pikir
untuk meredam perubahan itu bisa lewat wadah JKTI. Masih ada harapan yang tertinggal?
Pharma:
Kita break dulu.
Setelah itu kita lanjut dengan presentasi LPJ Kornas JKTI.
Break Malam....
PLENO VI
Lanjutan sesi:
Novi:
Kita lanjut dengan presentasi LPJ Kornas JKTI 2005-2008
oleh Rasdi Wangsa
Rasdi:
Laporan saya sudah dibaca oleh teman-teman, termasuk yang
tidak bisa hadir. Tapi belum ada yang menanggapi. Karena sudah dibagikan, saya hanya akan menyampaikan poin-poin
penting dari laporan ini. Dalam periode
2005-2008, sesuai mandat FAN di Toho 2005, telah dirumuskan 4 isu strategis JKTI. Keempat isu ini kemudian diturunkan menjadi
program strategis dan kegiatan-kegiatan.
Walau dalam prakteknya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena
berbagai hambatan seperti yang disampaikan Korwil dari tiga wilayah tadi. Ada beberapa isu strategis yang tidak bisa
diterjemahkan dengan baik di tingkat wilayah.
Ini menjadi catatan penting untuk penyusunan isu strategis periode
berikutnya.
4 isu strategis JKTI 2005-2008:
1) Penggalangan
gerakan JKTI yg terstruktur dan massif
2) Advokasi
kebijakan Haki tradisional
3) Konservasi
kehati dan lingkungan
4) Pengembangan
dan penguatan ekonomi lokal
Implementasi Program untuk tiap isu strategis:
1. Penggalangan
gerakan JKTI yg terstruktur dan massif
a. Keanggotaan,
jumlah anggota: 51 lembaga, 20 individu, tersebar di 11 provinsi. Pola pengorganisasian lewat pertemuan di
tingkat wilayah.
b. Sekretariat
Nasional: dilakukan oleh 1 orang Kornas.
Elsppat sangat mendukung kerja-kerja Kornas JKTI. Ada rapat di seknas dengan pihak eksternal
yaitu Ditjen Haki untuk mendiskusikan forum HKI tradisional.
c. Sayap
ekonomià ada rencana membangun galeri HKI di Jakarta/Bogor
sebagai media pemasaran, promosi dan kampanye produk komunitas tapi hingga saat
ini belum terwujud.
d. Sayap
politik à terkait bentuk-bentuk advokasi kebijakan. JKTI bisa punya posisi tawar kuat ketika
bicara kebijakan.
2. Advokasi
HKI Tradisional
a. Isu ini
paling menonjol di JKTI. Di tingkat nasional
posisi politis JKTI untuk isu ini cukup kuat, dapat dilihat dari seringnya JKTI
diundang dalam pertemuan-pertemuan yang membahas HKI tradisional. Bahkan pada KAA 2007 di Bandung (kerjasama
Deplu-WIPO), JKTI berperan sebagai host NGO.
Isu ini bisa menjadi fokus JKTI.
Posisi ini sudah dirintis sejak Semilkoka TRIPS WTO tahun 2000.
3. Konservasi
Kehati dan Lingkungan
a. Keterlibatan
JKTI dalam Perkumpulan Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang dulu bernama
Biocert. Per Juni 2007 saya mendapat mandat untuk menjadi Direktur Eksekutif
AOI hingga November 2008. Alasan
keterlibatan JKTI karena JKTI ingin mendorong gagasan pertanian tradisional
yang berkelanjutan (Pertanian Organis) yang berbasis pengetahuan lokal petani.
b. Kegiatan
”serial diskusi kampung terkait akses dan pembagian manfaat atas sumberdaya
genetik” di Kalbar (Sintang, 2007), Kalteng (Malaris) dan di Papua
(Manokwari) Kegiatan ini bekerja sama
dengan KEHATI.
4. Pengembangan
dan penguatan ekonomi lokal untuk menghilangkan ketergantungan sistem ekonomi
global. Rencana kegiatan terkait isu ini
adalah galeri HKI tradisional. Tujuan galeri HKI untuk fundrising JKTI dan
peningkatan ekonomi lokal di site dampingan anggota JKTI. Tapi belum terlaksana karena perumusan
gagasan belum selesiai.
Pembelajaran:
- Struktur,
mekanisme organisasi dan SDM JKTI perlu dilihat kembali.
Kesimpulan
-
Isu strategis no. 1 masih penting dipertimbangkan menjadi
isu yang dikembangkan ke depan. Saya
setuju dengan Waspo supaya kita fokus ke basis (internal) supaya gerakan kita tetap
berlanjut. Untuk itu, perlu perbaikan di kegiatan dan dukungan finansial.
-
Fokus pada isu ” advokasi HKI Tradisional”. Karena posisi politis JKTI dalam isu ini
cukup kuat.
Keuangan Seknas JKTI 2005-2008
a. IGC,
WIPO meeting Desember 2006 di Swis, didapat dana 20 jutaan dari WIPO.
b. Serial
Diskusi Kampung bekerjasama dengan Kehati didapat dana 23 juta.
c. Survey
potensi pertanian diSimeuleu (2007-awal 2008) didapat dana sebesar Rp.
121.400.000.
Terima kasih.
Novi:
Ada pertanyaan dari teman-teman untuk presentasi ini?
Anas:
Dalam konteks monitoring, untuk mengukur kinerja, akan
lebih mudah bila ada output dan indikator yang bisa diukur. Misalnya soal massif, bagaimana mengukurnya ?
Novi:
Jadi perlu ada indikator? Apa maksudnya kuantitas?
Anas:
Iya, jadi : output
dan indikatornya apa?
Misalnya tentang jumlah.
Bisa menjadi indikator kalau tujuan kita memperbanyak konstituen. Tapi, kalau tujuannya meningkatkan pemahaman
terhadap kearifan tradisional, tentu berbeda.
Rasdi:
Agak sulit membuat itu.
Karena alurnya kan dari program
yang disusun wilayah kemudian dijadikan program nasional. Setelah FAN 2005 di Toho, kita membuat Rapat
Kerja JKTI di Bogor. Dari Rapat kerja
itu saya sudah merumuskan seperti ini (workplan JKTI 2005-2008). Untuk tiap isu strategis sudah ada indikator
output, waktu dan penanggung jawab. Jadi
semua kegiatan sudah ada indikatornya.
Workplan ini juga sudah saya kirim ke Korwil namun dalam kenyataannya
respon wilayah tidak cukup baik. Mungkin di tingkat wilayah juga punya program
sendiri dengan output dan indikator tersendiri yang saya tidak tahu. Dalam kenyataannya banyak kegiatan di work
plan yang tidak terlaksana. Ada beberapa kegiatan yang tercapai dan ada
kegiatan di luar workplan. Misalnya
rekrutmen staf seknas tidak terlaksana karena kendala finansial. Yang terlaksana, komunikasi via email sebulan
sekali. Dari sisi seknas, sederhananya
tercapai. Tapi respon anggota tidak
terbangun dengan baik. Ada
database. Ada badan hukum JKTI, ini yang
tidak tercapai. Ada tulisan JKTI di buletin anggota, tidak tercapai. Terbitnya buletin JKTI, hanya sampai edisi 6
tahun 2007. Respon anggota terhadap
buletin JKTI tidak terbangun. Secara
prinsip, laporan yang ada sekarang belum mengacu pada mengukur pencapaian yang
telah dibuat dalam workplan. Ini menjadi catatan penting untuk perbaikan
laporan. LPJ Seknas akan saya perbaiki
agar lebih mengacu pada capaian workplan, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas.
Novi:
Ada kegiatan di luar workplan justru yang berhasil. Saya tertarik dengan tidak terbangunnya
respon anggota. Padahal kita berkumpul
karena ada ikatan yang kuat. Kendalanya ada di mana?
Anas:
Ada yang belum dicantumkan: yang paling membanggakan dari
capaian JKTI apa?
Ada hasil positif yang dicapai.
Novi:
Yang lain?
Waspo:
Ada 4 refleksi saya:
- Saya
setuju dengan yang disampaikan Anas.
Penting kita mencatat proses perjalanan JKTI. Lebih teknis, kita memberikan PR kepada
Rasdi dan kita semua untuk mempebaiki LPJ supaya kita punya modal belajar.
- Posisi
JKTI dalam Aliansi Organis Indonesia perlu dipertimbangkan. Posisi seperti apa yang harus
diambil.
- FAN
adalah forum untuk mempertegas status keanggotaan. Lebih baik anggota
sedikit tetapi solid, daripada anggota banyak tapi tidak bisa kumpul.
- Saya
terganggu 2 istilah. Pertama:
gerakan JKTI. Saya rasa tidak ada
gerakan JKTI. Gerakan apa yang mau
kita bangun? Gerakan JKTI tidak
berbunyi. Istilah kedua: Haki
Tradisional. Ada sesuatu yang tidak tepat.
Secara konsep kita mengerti, tapi kita belum bisa memformulasikan
apa sebetulnya yang kita mau?
Catatan untuk Laporan Seknas:
1. Menyelesaikan
catatan pembelajaran atas kegiatan 2005-2008
2. Menentukan
posisi JKTI di Aliansi Organis Indonesia (AOI)
3. Perlu
penegasan posisi anggota yg tidak aktif
4. Istilah
”Gerakan JKTI”? Tidak ada gerakan JKTI.
Gerakan memperkuat kearifan tradisional? Komunikasi ke dalam dan keluar?
Membangun skenario...
5. Istilah
Haki Tradisional? Belum ada definisi yg jelas.
6. Jaringan:WIPO
dll.
Anas:
Bagaimana dengan networking JKTI di jaringan
internasional seperti di WIPO. Bayangan
saya ini kan peluang sekaligus sarana untuk memperkuat diri.
Novi:
Untuk 4 poin dari Waspo bisa kita diskusikan
bersama. Untuk networking di WIPO dan
galeri HKI, Rasdi silahkan memperjelas.
Rasdi:
Tentang galeri HKI:
Sebenarnya sudah ada kertas kerjanya dan sudah
didiskusikan berkali-kali. Tapi belum
bisa jalan karena dana untuk menggerakkan itu belum cukup atau bisa juga karena
belum adanya kesamaan pemahaman di tingkat anggota. Ide Seknas : ada satu outlet dimana di outlet
tersebut produk masyarakat dampingan anggota JKTI dipajang. Outlet tersebut berfungsi sebagai tempat
menjual produk dan media promosi dan kampanye untuk perlindungan HKI
tradisional. Selain itu outlet tersebut
bisa sebagai sarana fundrising JKTI.
Tentang keterlibatan JKTI di WIPO:
Keterlibatan JKTI baru sebatas terdaftar sebagai peninjau
yang terakreditasi di WIPO. Untuk ikut pertemuan WIPO, harus diakreditasi
dulu. Di tingkat Asia, baru JKTI yang
terdaftar di WIPO. Untuk sesi 13 yang akan berlangsung Oktober 2008, JKTI juga
diundang tapi harus mencari dana untuk itu. Ada kontak JKTI (orang Indonesia)
di WIPO yaitu Chandra Darusman (musisi jazz). Candra sekarang konsultan WIPO
yang tinggal di Jenewa. Chandra cukup apresiasi terhadap JKTI. Kami juga banyak diskusi dengan teman-teman
Deplu di Jenewa. Kami juga promosi film Sintang ke orang Deplu di Jenewa.
Posisi JKTI di WIPO kemudian berdampak di tingkat nasional. Posisi ini membuat
posisi JKTI terkait isu HKI tradisional cukup diperhitungkan oleh Ditjen Haki,
instansi pemerintah dan jaringan NGO lain. Dalam konteks advokasi pengetahuan
tradisional dan ekspresi budaya tradisional,
JKTI punya akses yang cukup baik untuk mempengaruhi proses. Terkait keterlibatan JKTI di WIPO, JKTI selalu dikirim hasil pertemuan WIPO yang
membahas isu pengetahuan tradisional. Termasuk ketika pada forum WIPO, JKTI
diminta untuk menjawab 10 pertanyaan dari negara-negara maju. Ke-10 pertanyaan
ini sudah saya share ke teman-teman anggota. Dalam membuat statement JKTI, saya
sudah minta masukan ke teman-teman. Tapi
karena tidak ada respon dari teman-teman, statement JKTI saya buat sendiri. Makanya
statement JKTI seringkali berisi pikiran-pikiran saya. Saya kira ini sebetulnya sesuatu yang tidak
baik. Karena terkait isu-isu riil di
komunitas, teman-teman anggota yang lebih tahu.
Terkait ke-10 pertanyaan dari WIPO, saya sudah buat kuesioner. Ke-10 pertanyaan itu akan menjadi bahan yang
akan didiskusikan dalam forum WIPO bulan Oktober 2008. Harapan saya kita bisa membuat kertas posisi JKTI terkait
10 pertanyaan dari WIPO. Saya sudah buat
konsep jawaban ke-10 pertanyaan tsb dan saya sudah kirim ke teman-teman. Tapi belum kita diskusikan bersama. Harapan saya materi itu bisa menjadi kerja
kita yang strategis.
Novi:
Selanjutnya terkait posisi JKTI di AOI, seperti apa? Ada
pendapat teman-teman?
Waspo:
Ke-4 hal tadi itu hasil refleksi saya. Apakah akan didiskusikan tergantung teman-teman.
Rasdi:
Menanggapi Waspo. Pertama, soal penyelesaian/perbaikan
LPJ 2005-2008 perlu dilakukan sebagai bahan belajar. Kedua terkait keanggotaan bisa dibahas di
aturan adat atau isu strategis. Terkait
penegasan keanggotan JKTI, perlu kita rumuskan lagi. Karena sesuai aturan adat, FAN hanya
merupakan forum registrasi ulang anggota, FAN tidak berwenang untuk memecat
anggota. Karena soal keanggotaan yang
memutuskan adalah sekretariat wilayah. Kalau
kita sepakat merubah aturan adat, peninjauan keanggotan bisa kita lakukan. Bisa
saja kita meninjau keanggotaan beberapa lembaga yang sudah merasa tidak
nyaman. Istilah gerakan JKTI bisa
dibahas dalam pembahasan program strategis JKTI.
Anas:
Minta klarifikasi soal poin dari Waspo yaitu gerakan JKTI
Waspo:
Bisa jadi hanya kita (peserta pertemuan) yang bisa
memahami apa itu gerakan JKTI karena kita yang mendiskusikan. Tapi tidak terjadi transfer di tingkat
lembaga tentang apa itu gerakan JKTI.
Apa sebetulnya yang kita maui terkait istilah itu? Gerakan JKTI
cabangnya bisa banyak. Misalnya
advokasi, apa yang mau diadvokasi? Jadi, gerakan apa yang mau kita dorong dalam
3 tahun ke depan? Perlu sebuah kata yang lebih komunikatif.
Novi:
Apakah gerakan JKTI akan dibahas dalam program ke depan?
Anas:
Artinya bagaimana scenario building dari gerakan
JKTI? Sederhananya,
seperti 4 kuadran.
Novi:
Jadi pembahasannya nanti?
Masih ada lagi? Besok, kita masih
punya agenda: aturan adat, isu strategis, termasuk beberapa masalah dari
wilayah yang harus dibahas.
Meja harapan saya kira sudah selesai. Jadi kita sudah tahu harapan terlibat di
JKTI.
Masih ada yang belum jelas?
Waspo:
Yang harus diikat pada hari ini: kita melihat sebuah isu
baru dari pihak eksternal pada sesi pagi sampai siang (diskusi nara
sumber). Mulai sore sampai malam kita
sudah melihat keadaan internal. Banyak masalah internal yang teridentifikasi
sebagai bahan masukan membuat isu strategis. Dari sisi eksternal kita belum
mencermati secara bersama-sama, apa yang perlu diikat? Harapan saya untuk proses besok kita perlu
melihat hal-hal eksternal (situasi eksternal yang mau kita sikapi bersama).
Novi:
Besok akan kita bahas semuanya. Sampai saat
ini, agenda Laporan Korwil dan Laporan Kornas dinyatakan sudah selesai dan
dinyatakan lulus dengan banyak PR. Sesi
ini saya tutup. Besok pagi kita bahas
isu strategis dan aturan adat.
Waspo:
Ada 1 isu kritis yaitu terkait pembiayaan. Saya Rasdi dan teman-teman, sebaiknya ini
dibicarakan secara terbuka. Pertama soal transportasi teman-teman, silahkan Pak
Rasdi yang menyampaikan.
Rasdi:
Dari laporan keuangan tadi, ada sedikit saving untuk
penyelenggaraan acara FAN ini. Untuk
Wilayah Jawa, ada slot dana untuk transpor. Konkritnya, silahkan berhubungan
dengan Dwie.
Novi:
Saya akhiri forum ini.
Comments
Post a Comment